Tidur Dengan Pencuri Masa Depan


Oleh : Ruslan Ismail Moge

Jakarta. KS- Beberapa bulan lalu saya menghadiri undangan ulang tahun anak seorang sahabat di restoran siap saji kota Bandung. Rasa kagum melihat sosok sahabat yang satu ini, karena di usianya yang masih terbilang muda sudah mampu mengembangkan usahanya sampai memiliki cabang di beberapa tempat. Eksekutif muda yang energik dan sangat familiar dikalangan teman-temannya sehingga tidak mengherankan kalau pesta ulang tahuan anaknya dihadiri sahabat dan koleganya dari Jakarta dan sekitarnya.

Catatan inspiratif ini tidak akan membahas bagaimana perjalanan bisnis sahabat tersebut sampai bisa sukses di usia mudanya, tetapi akan mengeksploirasi rasa banga dan prihatin saya terhadap hadiah ulang tahun yang diberikan kepada anaknya. Sebagaimana orang tua pada umumnya yang selalu memberi hadiah pada acara ulang tahun anaknya, sahabat tersebut pun mewujudkan rasa kasih sayangnya dengan memberi hadiah handphone seharga 15 jutaan kepada anaknya yang berumur 15 tahun.

Tidak ada penjelasan apakah harga handphone sengaja disesuaikan dengan umur anaknya, tapi yang jelas dibalik kegembiraan anaknya menerima hadiah itu, ada sisi lain yang menarik untuk dipahami berkaitan dengan handphone sebagai sarana media sosial yang merasuki hampir seluruh jiwa kaum muda sekarang. Saya bangga karena sahabat tersebut mewujudkan rasa kasih sayangnya kepada anaknya dengan memberi hadiah barang-barang mewah sebagai simbol kelas sosianya di tengah masyarakat.

Namun saat yang bersamaah saya khawatir karena handphone sebagai produk teknologi itu bagaikan pisau bermata dua. Dengan sekali menekan tombol bisa menyampaikan informasi kepada banyak rekan kerja melalui email, instant messaging dan bahkan mengirim video. Namun Handphone sebagai produk teknologi bisa juga menjadi racun dalam kehidupan jika pengaplikasiannya tanpa didasari oleh brainwere (perangkat manusia) yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan YME. Rasa khawatir itu mendapat pembenaran dari beberapa pemberitaan media cetak dan elektronik yang mengulas beberapa kasus menghilangnya remaja setelah mendapat pesan singkat sms lewat handphone.


Dua hari sesudah menghadiri acara ulang tahun anak sahabat tersebut, saya menonton berita di sebuah televisi swasta nasional memberitakan seorang siswi SMP meninggalkan rumah dan belum kembali selama dua hari setelah menerima pesan pendek dari handpond miliknya. Serupa tetapi tidak sama seorang ibu muda membagikan pengalamannya di media sosial yang menceritakan bahwa setelah mengenal media sosial facebook dan sejenisnya, terjadi malapetakan dalam kehidupan rumah tangganya.

Cerai setelah suaminya mengetahui sms perselingkuhannya dengan lelaki yang dikenalnya lewat media sosial. Di era digital ini para bandar narkoba dan germo sepertinya saling bersaing memanfaatkan teknologi media sosial sebagai sarana transaksi. Beberapa waktu lalu publik tersentak dengan munculnya prostitusi online yang melibatkan artis, siswa, mahasiswa, sampai ibu rumah tangga yang menjajakan dirinya lewat media sosial. Nampaknya narkoba dan prostitusi telah menyerbu masuk dalam lingkaran media sosial, baik yang dikelola secara organisasi maupun yang dilaksanakan secara individu.

Sahabat pembelajar, beberapa data dan fakta kasus di atas bisa menjadi warning bagi penikmat media sosial, bahwa sadar atau tidak sadar selama ini generasi yang lahir tahun 80-an yang kemudian disebut sebagai generasi digital, ternyata hampir tiap malam tidur bermesraan dengan pencuri masa depannya yang bernama handphone, BlackBerry, smartphone atau Tab (Tablet). 

Sekarang hampir semua anak murid SD sudah piawai menggunakan handphone yang berafiliasi ke media sosial. Terlebih siswa SMP, SMA dan mahasiswa, kalau bangun pagi tidak lagi mencari sarapan, tetapi langsung mancari handphone, smartphone Android, Tab (Tablet). Lalu seketika sudah berselancar di dunia internet dengan berbagai macam situs jejaring sosial atau Social Network seperti Facebook, Twitter, Friendster, My Space, dan lain-lain. Inilah mungkin yang disebut ilmuwan Albert Einstein yang mengatakan ilmu tanpa agama adalah buta. 

Kurang lebih artinya adalah ilmu yang berkembang terus melahirkan teknologi baru yang bisa menjadi jembatan menuju masa depan, sekaligus bisa menjadi pencuri masa depan kalau penggunaan dan peruntukannya tidak diproteksi dengan nilai-nilai agama. Jadi waspadalah! Kalau tidak hati-hati menggunakan media sosial maka Anda telah tidur dengan pencuri masa depannya.

Penulis adalah : Direktur Eksekutif Sipil Institut Jakarta
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.kawasansumbar.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pimred: Adrianto