Enam Alasan Kenapa Perempuan Berpolitik




Catatan : Yossi Danti, SH, MH

Secara historis tidak ada restorasi (perubahan menuju kebaikan) yang terjadi di muka bumi sejak jaman Nabi sampai sekarang tanpa keterlibatan perempuan. Perempuan selalu mengambil peran dalam setiap perubahan sesuai tuntutan jamannya.

Aisyah Radiallahu Anha (istri  Nabi) seorang perempuan pembelajar, intelektual sejati yang selalu menjadi teman diskusi Nabi dalam berjuang menegakkan agama Allah. Begitu pula Hadijah Radiallahu Anha (istri Nabi) seorang perempuan pengusaha kaya yang menghabiskan hartanya untuk mendukung perjuangan Nabi menyebarkan agama Allah. Demikian seterusnya peradaban manusia disusun dan dikembangkan sampai abad modern ini selalu melibatkan peran perempuan.

Bisa jadi inilah yang menginspirasi Bung Karno memberi ruang kepada perempuan dalam usaha membela dan mencerdaskan kehidupan Bangsa dan Negaranya, sebagaimana sang proklamator menyerukan : "Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang, ikutlah serta dalam usaha menyelamatkan Republik, dan jika Republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Janganlah tertinggal dalam Revolusi Negara dari awal hingga akhir, dan janganlah tertinggal pula di dalam usaha menyusun masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Di dalam masyarakat berkeadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau akan menjadi wanita bahagia, wanita merdeka".

Sementara itu secara teoritis menurut Ruth Lister dalam bukunya "Citizenship ; Feminist Perspectives" setidaknya ada enam alasan mendasar mengapa perempuan perlu terlibat dalam politik. Pertama, perempuan mempunyai kebutuhan politik, yang kebutuhan itu bisa terpenuhi kalau perempuan terwakili dalam proses pembuatan keputusan atau kebijakan. Kedua, iklim politik yang selalu memanas bisa dinetralisir oleh perempuan dengan menampilkan citra halus dan luwes.

Ketiga, keterwakilan perempuan yang sangat kecil adalah salah satu bentuk pengingkaran terhadap nilai-nilai ideal demokrasi. Keempat, hak-hak politik perempuan adalah bagian integral yang tak dapat dipisahkan dari hak-hak asasi manusia, dan sebaliknya hak-hak asasi manusia merupakan aspek fundamental dari berbagai kerangka kerja demokrasi. Kelima, berkaitan dengan soal jender dan demokrasi, bahwa pandangan dari kelompok-kelompok yang berbeda harus dipertimbangkan dalam memformulasikan berbagai keputusan. Keenam, pada kenyataannya perempuan adalah separuh dari penduduk dunia, dan bisa dikatakan pula sebagai separuh dari masing-masing penduduk nasional suatu bangsa.

Jadi dengan memaknai sejarah dan memahami teori-teori pemberdayaan perempuan, sekaranglah saatnya perempuan Indonesia harus mendobrak budaya patriarki yang menempatkan perempuan selalu dalam posisi di subordinasikan dalam sistem politik Indonesia. Dalam konteks lokal, saatnya perempuan Minang merekontruksi ulang perannya, dari wilayah keluarga ke wilayah institusi negara. Saatnya perempuan membuktikan kualitas kepemimpinan yang dimiliki tidak kalah dengan kualitas kepeminpinan pria.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.kawasansumbar.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pimred: Adrianto