Hidup Miskin,Warga Pasaman Barat di Bilang Orang Daerah Dolar,Namun Nurma Yunita Tidak Pernah Terima Bantuan Pemerintah

Pasaman Barat– Kawasan Sumbar.Com Upaya Pemerintah kabupaten (Pemkab) Pasaman Barat untuk mengentaskan kemiskinan nampaknya belum cukup merata dirasakan masyarakat. Buktinya, masih ada warga miskin yang sehari-hari hidup miskin, tetapi sama sekali tidak tersentuh bantuan pemerintah.

Cita-cita pemerintah pusat untuk mensejahterakan rakyat miskin, masih jauh dari harapan karena kurang tepatnya penerima bantuan sehingga bantuan yang dikuncurkan justru tidak menyentuh rakyat miskin.

Salah satu warga miskin di  Pasaman Barat  tersebut bernama ibuk Nurma Yunita 31 Tahun, warga Nagari Persiapan Batang lingkin Nagari  Air Gadang, Kecamatan Pasaman

Banyak program untuk kelurga miskin dengan kucuran uang yang tidak sedikit dikampanyekan pemerintah. Dari pusat hingga daerah, para pejabat berkampanye bahwa mereke serius menangangi kemiskinan. Sayangnya, Nurma Yunita tidak masuk dalam daftar orang miskin yang layak dibantu.

Nurma Yunita pun sama sekali tidak pernah tersentuh bantuan pemerintah penerima manfaat Program Keluarga harapan (PKH), Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), bantuan langsung atau bantuan nontunai, maupun bantuan lainnya.

Meskipun program pemerintah yang mengatasnamakan kemiskinan sering digembar-gemborkan, namun keberadaan Nurma Yunita dan Suaminya seolah-olah tidak diakui oleh pemerintah.

Nama Nurma Yunita dan Suaminya tidak pernah masuk dalam daftar warga yang mendapat bantuan apa pun. Nama mereka tidak pernah masuk Program Keluarga Harapan (PKH). Apalagi, program bedah rumah yang sudah bertahun-tahun dilakukan pemerintah. Padahal, secara fisik rumah Sukarta sangat tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal.

Ironisnya, warga di sekitar lingkungan tempat tinggalnya yang ekonominya lebih mapan justru malah mendapat bantuan dari pemerintah. Kehidupan mereka jauh lebih baik dibanding Nurma Yunita, tetapi mereka yang justru mendapatkan bantuan lewat PKH.

Karena hidup di bawah garis kemiskinan dan “melata sendiri” –tanpa bantuan pemerinth — hampir setiap hari Nurma Yunita dan Suaminya hanya bisa makan nasi dan tempe  saja. Makanan sehari-hari mereka sangat jauh dari standar gizi.

Saat Kawasan Sumbar.com berkunjung ke rumahnya, Nurma Yunita yang usianya juga Masih Muda hanya tinggal  bersama Suaminya bernama Sabri efendi yang berusia 38 tahun. 

Sabri efendi dan istrinya, tinggal di rumah yang hanya berukuran 5×4 meter. Kondisi rumahnya sangat memprihatinkan: dinding rumah yang terbuat dari bambu di lapisi Plastik sudah banyak yang lapuk.

Bagian atap sengnya, sebagian dari Karton bekas  dan sebagiannya atapnya lagi hanya dari anyaman ilalang dan daun kelapa Jika turun hujan rumah kumuh itu selalu bocor  sehingga bagian dalam rumahnya menjadi kebanjiran. Itu karena atap seng rumahnya sudah banyak yang pecah.

Sabri efendi menempati rumah di atas tanah seluas 40×20 meter. Namun tanah yang ditempatinya bukanlah miliknya. Sabri efendi hanya menumpang. Tanah itu milik orang Lain. 

Sabri efendi mengatakan,  ia dan istrinya tinggal di daerah Perkotaan Simpang Ampek.  ia  memiliki istri dan anak empat orang anak Kecil 2 . 

“Saya hanya numpang. Alhamdulilah sama yang punya tanah saya boleh menempatinya sampai kapan pun. Di sini saya hanya tinggal bersama istrinya dan anak anak. ,”kata Sabri efendi kepada Kawasan Sumbar.com, Senin (26/10/2020).

Sukarta menceritakan, sejak tahun 2006 ia tinggal hingga sampai sekarang ini, belum pernah sekalipun ia mendapat bantuan dari pemerintah. Seperti bantuan PKH, bedah rumah, bantuan langsung atau nontunai, maupun bantuan lainnya.

Ketika beberapa warga di desanya mendapatkan kartu sehat (Jamkesmas, Kartu Indonesia Sehat, dan aneka kartu sehat untuk warga miskin yang pernah dikeluarkan pemerintah) untuk bisa berobat gratis, ia selalu terlewat. Namanya tidak ada di daftar orang yang harus diberi kartu berobat gratis. Kartu sehat tidak pernah “mampir” ke rumahnya.

“Selama puluhan tahun hingga sekarang ini selama saya tinggal bersama istrinya saya di sini, belum pernah saya dapat bantuan dari pemerintah dalam bentuk apa pun,”ungkapnya.

Sabri efendi mengaku, hal yang paling memberatkan dirinya adalah saat ia dan istrinya jatuh sakit. Sebab, keduanya tidak menjadi peserta Jamkesmas. Hal itulah yang membuat ia dan istrinya hampir tak pernah berobat. Jika sakit, mereka hanya bisa pasrah tanpa daya, sembari berharap sakit segera lenyap.

“Yang membuat saya sedih, kalau saya sakit ditambah lagi istrinya dan anak anak juga sakit. Berobat kalau ada uang. Terkadang untuk makan saja susah,” tuturnya,  sembari mengelus dadanya.

Sabri efendi menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia hanya mengandalkan dari Asil Panen di Kebun orang. Pekerjaannya ini, sudah sejak lama ia tekuni demi untuk menyambung hidupnya.

“Kerjaan sehari-hari hanya Tukang Panen Sawit orang di kanal, penghasilan yang saya dapat dalam sehari Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu. Tapi itu juga tidak bisa dipastikan. ,”ujarnya.

Menurutnya, penghasilannya tersebut sebenarnya jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhannya bersama istrinya dan anak tercinta. 

Sabri efendi pun berharap, agar pemerintah lebih bijaksana lagi dalam menurunkan bantuan, sehingga bantuan yang disalurkan itu diterima oleh orang yang memang benar-benar sangat membutuhkan.

“Ya kalau dibilang miris ya mirislah Tapi mau gimana lagi?  Saya berharap, pemerintah mulai dari pusat hingga ke Nagari sampai Jorong tidak pilih kasih dalam mendata warga tidak mampu dan memberikan bantuan,” kata dia.

“Seperti bantuan PKH ini, bagi saya justru banyak orang orang yang mampu yang dapat. Orang yang tidak mampu seperti pak Sabri efendi ini justru tidak bisa dapat bantuan kok bisa begitu sistem pendataaannya,”pungkasnya.

#Rajo Alam

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar

Selamat datang di Website www.kawasansumbar.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pimred: Adrianto