Kawasansumbar.com -- Dalam adat Minangkabau banyak makna atau bahasa kiasan yang di pakai oleh masyarakat adat. Nah dalam adat Minangkabau ini masyarakat tersebut banyak menakai bahasa kiasan atau bisa disebut pepatah dan petituh,pepatah sendiri memiliki arti atau makna yang merupakan tentang isi alam yang di pakai dalam kehidupan sehari-hari serta di gunakan dalam percakapan adat minang. Pepatah ini diturunkan oleh orang terdahulunya yang di sebut guru alam atau di namakan alam takambang jadi guru. Nah darisini saya juga melihat dan menelaah dalam berberapa buku yang saya baca juga. Bahwa orang Minangkabau banyak berpatokan dalam isi falsafah adat yang banyak menakai alam,lingkungan,perumpamaan makna dan majas.
Kebanyakan juga dari orang Minangkabau menggunakan pepatah petitih ini yang masih di gunakan dari jaman ke jaman sehingga pepatah dalam bahasa Minangkabau ini tetap menjadi lestari dan tidak pudar. Ibaratnya adaik indak lapuak dek hujan indak lakang dek paneh. Yang bermakna adat tidak akan punah dan juga tidak akan pudar dari masa-kemasa yang dalam artian biarpun masyarakat Minang saling sering berganti dari jaman dan orde baru yang bercampur dengan orang asing akan tetapi orang-orang dari masyarakat Minangkabau akan tetap mempertahankan adat istiadat nya karena orang Minangkabau ini seringkali berdebat tentang adat yang mulai kurang di pakai pada jaman sekarang,akan tetapi masnyarakat minang tetap mempertahankan bahasa kiasan atau bisa di sebut dengan pepatah adat dengan cara mempraktekkannya di dalam lingkungan rumah serta diterapkan dalam melatih anak atau mendidik anak atau juga bisa berbicara dengan kedua orang tua dengan bahasa perumpamaan atau bisa disebut dengan pepatah. Yang di telaah kembali oleh masyarakat. Maka dari itu falsafah mamangan adat itu masih berlaku dan di contoh oleh masyarakat Minang hingga saat ini dan di pelajari oleh pakar penelitian orang luar bagaimana cara orang minang dalam berbicara serta berlaku kepada masyarakat lainnya.
Nah balik ketopik awal tentang makna pepatah yang saya akan jelaskan dan saya ambil dalam salah satu karangan buku yang berjudul pepatah petitih dalam adat Minangkabau. Buku ini di buat oleh para pakar Minangkabau yang bernama Drs. Gauzali Syadam, Bc. T. T.T. Yang berbasis kajian pepatah minang. Buku ini banyak tentang pepatah minang berserta makna yang di artian secara jelas. Salah satu makna yang beliau tulis dalam buku tersebut ialah pepatah kasiah ibu sapanjang jalan. Kasiah anak sapanĵang panggalan. Nah di dalam pepatah ini di ambil dalam bahasa kiasan yaitu Bundo kanduang. Nah makna pepatah ini seseorang ibu yang melahirkan anaknya memiliki rasa cinta kepada anaknya tidak terbatas dan tidak Berujung. Yang dalam kalimat di atas disebut sebagai sepanjang jalan,jalan juga suatu Medan yang tidak terbatas panjangnya namun biasanya kasih anak kepada ibunya terbatas yang disebutkan hanya sepanjang penggalan dalam artian penggalan adalah galah dari bambu atau kayu lain. yang biasanya digunakan untuk menjulurkan buah atau mengambil buah dalam suatu pohon atau yang disebut mengambil buah jambu. Nah dalam pepatah tersebut di atas memberikan kiasan kepada kita bahwasanya rasa kasih seseorang ibu tidak dapat diukur,dibandingkan cinta anak kepada ibunya yang masih bisa diukur namun hal ini sudah merupakan kodrat dari yang maha kuasa yang tidak bisa dilarang atau dihalangi oleh siapapun.
Nah dari sini kita tahu bahwa menjadi orang tua adalah salah satu bentuk Kebahagiaan dari dambaan setiap pasangan yang sudah menikah dengan cara Memiliki seseorang anak maka dari itu orang tua tidak hanya menjaga anaknya dengan memberi uang dan sebagainya yang membuat anak itu tersebut merupakan kasih sayang masing-masing diri terhadap orang tua apalagi terhadap ibunya yang telah melahirkannya serta jarang dari itu pepatah Minang juga mengatakan Rancak laku dek bujang sajo. Tapi indak Rancak lakunyo di mungko induknyo.
Nah makna yang tertulis yang disebutkan baik tingkah laku di depan orang saja atau di depan teman saja tetapi canda gurau atau perlakuannya terhadap kedua orang tuanya maupun terhadap ibunya tidaklah baik melainkan menjadi satu gurauan yang ada dalam pembicaraan si anak terhadap ibunya tidak mengenal kata demi kata maupun cara dia bertutur kata dengan orang yang lebih besar. maka dari itu Allah SWT. Mengatakan didiklah anak dengan ajaran agama,bersosilisasi dan bertanggung jawab. Karena anak akan membentuk karakter tersebut dan mencontoh kedua orang tua untuk akan selalu berbuat baik untuk kedepannya.
Jadi makna yang ada dalam pepatah tersebut juga mengatakan bahwa anak harusnya juga mengasihi ibunya itu sepanjang jalan yang tidak ada henti-hentinya tidak hanya sepanjang penggalan yang memiliki batas dan ruang tertentu saja tak hanya itu juga seorang anak juga harus mengerti ibunya begitu juga sebaliknya seorang ibu juga harus mengerti kan anaknya baik dari segi sikap dan perilaku yang dibicarakan secara dua belah pihak sehingga terjalinnya komunikasi yang baik antara anak dan si ibunya begitupun antara ayah dan anaknya.
Maka terjalinlah keluarga yang harmonis dan sesuai dengan aturan agama syariat Islam serta menjadikan anak dan keluarga sebagai orang Minang yang sesungguhnya yang berbudi luhur serta berada Tak jarang orang-orang terdahulunya memakai kata-kata sindiran buat anaknya supaya anaknya paham bahwa orang tua ketika Marah langsung mengerjakan pekerjaan dengan baik begitu pula anaknya paham bahwa perasaan Ibu adalah hal yang sangat sensitif ketika mereka berbicara yang kasar begitu pula sebaliknya seorang ibu tidak boleh mengkasari anak dan berbicara terhadap anak dengan kata-kata tidak pantas harus saling menjaga menyayangi selayaknya hubungan antara si buah hati dan anak yang dilahirkan oleh seorang ibu karena ibu itu kalau dalam adat Minangkabau ibarat nya adalah seseorang rumah gadang atau bisa disebut Bundo kanduang.
Oleh: Putri Ayuni,
mahasiswa universitas Andalas fakultas ilmu budaya jurusan Sastra Minangkabau
0 Komentar