KAWASANSUMBAR.COM
Padang Panjang | (sumbar) Pengurangan Dana Transfer ke Daerah (TKD) yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 menjadi tantangan bagi daerah dalam menjalankan program pembangunan dan pelayanan publik. Efisiensi belanja, terutama dalam belanja barang dan jasa, menjadi strategi utama yang harus diterapkan agar daerah tetap bisa bergerak cepat di tengah keterbatasan anggaran.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 9 Tahun 2025, total pengurangan TKD secara nasional mencapai Rp 50,6 triliun, dengan Sumatera Barat mengalami pemangkasan Rp 1,24 triliun atau sekitar 8,1% dari total TKD.
Efisiensi: Menghilangkan "Lemak" yang Menghambat Gerak Daerah
Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Solok, Indra Gusnadi, SE, M.Si menegaskan bahwa dalam situasi ini, daerah tidak bisa lagi bergantung sepenuhnya pada dana transfer pusat. Efisiensi anggaran menjadi satu-satunya cara agar roda pembangunan tetap berjalan.
"Kita harus memangkas belanja yang tidak produktif, terutama belanja barang dan jasa yang besar. Ini ibarat menghilangkan 'lemak' agar daerah bisa berlari lebih cepat. Sebaliknya, belanja modal harus tetap dijaga karena inilah yang menjadi 'energi dan protein' pembangunan," jelas Indra Gusnadi.
Menurutnya, belanja operasional yang tinggi, seperti perjalanan dinas, honorarium, serta belanja seremonial, harus dikurangi secara signifikan. Di sisi lain, belanja modal yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi harus menjadi prioritas.
Dampak Pengurangan TKD di Sumatera Barat
Berdasarkan data dari KMK-RI No. 29 Tahun 2025, pengurangan TKD di Sumatera Barat terdiri dari:
Total Pengurangan DAU: Rp 682,1 miliar (4,7% dari total DAU).
Total Pengurangan DAK: Rp 567,0 miliar (54% dari total DAK).
Total Pengurangan TKD: Rp 1,24 triliun (8,1% dari total TKD).
Beberapa kabupaten/kota mengalami pengurangan signifikan, seperti:
Kabupaten Kepulauan Mentawai, kehilangan Rp 184,1 miliar (38,2% dari total TKD).
Kabupaten Pesisir Selatan, kehilangan Rp 108,7 miliar (24,1% dari total TKD).
Kabupaten Padang Pariaman, Solok Selatan, dan Lima Puluh Kota, pemotongan DAK antara 50% hingga 69%.
Sebaliknya, beberapa kota mengalami pemotongan yang lebih kecil atau bahkan tidak mengalami pengurangan DAK sama sekali:Kota Padang, kehilangan Rp 13,1 miliar (0,8% dari total TKD).
Kota Bukittinggi dan Kota Padang Panjang, tidak mengalami pemotongan DAK sama sekali.
"Kota kota besar lebih stabil karena memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih kuat. Kabupaten yang bergantung pada DAK tentu merasakan dampak yang lebih besar," tambah Indra Gusnadi.
Strategi Penyesuaian Anggaran: Fokus pada Efisiensi dan Optimalisasi PAD
Untuk mengatasi dampak pengurangan TKD, daerah harus melakukan langkah-langkah efisiensi, antara lain:
- Mengurangi belanja operasional seperti perjalanan dinas, seminar, dan studi banding yang tidak mendesak.
- Memotong anggaran perjalanan dinas hingga 50% dan menyesuaikan honorarium berdasarkan standar regulasi.
- Fokus pada belanja modal yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
- Mengurangi hibah langsung dalam bentuk uang, barang, atau jasa yang tidak mendukung pembangunan jangka panjang.
- Meningkatkan efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa dengan prinsip value for money.
Selain efisiensi, optimalisasi PAD dan sinergi dengan pihak lain menjadi "minuman energi" bagi daerah agar tetap bisa berlari cepat.
Mengembangkan sumber PAD baru melalui inovasi dan perbaikan sistem pemungutan pajak/retribusi.
Memanfaatkan kemitraan dengan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP).
Cost-sharing dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk proyek-proyek strategis.
Berkolaborasi dengan lembaga internasional dan filantropi untuk mendukung sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Kesimpulan,"Bergerak Cepat dengan Anggaran yang Lebih Efisien".
Pengurangan TKD bukan alasan bagi daerah untuk melambat. Dengan menghilangkan "lemak" berupa belanja yang tidak produktif dan memperkuat belanja modal sebagai "energi pembangunan", pemerintah daerah tetap bisa menjalankan program pembangunan secara optimal.
"Kita harus berubah dari sekadar mengandalkan dana pusat menjadi daerah yang mandiri secara fiskal. Dengan efisiensi belanja dan peningkatan PAD, kita bisa tetap berlari cepat menuju kemajuan," tutup Indra Gusnadi.
#RMA
0 Komentar