Sejarah Tenun Unggan Berawal Dari Seorang Masyarakat Miskin Putus Sekolah



Sumpur Kudus (Sijunjung). KS - Anita Widia, citra masyarakat miskin yang putus sekolah. Berawal dari tahun 2006, Anita putus sekolah karena tidak ada biaya, lalu ia merantau ke negeri tetangga, Halaban, Payakumbuh, yang adalah kampung halaman ayahanda Anita.

Berapa lama kemudian ia membawa pengalaman kerajinan tenun yang didapat selama merantau. Tahun 2007 Anita pulang ke negeri asalnya, Nagari Unggan. Dikampung halaman ia mencoba mengembangkan ilmu dan pengalaman tenun yang ia miliki.

Menurut keterangan waktu itu, masyarakat maupun pemerintahan nagari kurang mendukung tentang kegiatannya dengan alasan akan susah nantinya untuk pemasaran. Dengan tekat niat Anita yang sudah bulat maka ia nekad menemui bapak bupati dan ibuk ke kab Sijunjung, sewaktu itu dipimpin oleh bpk Darius Apan dan Yuswir Arifin selaku wakil. Dia mendapatkan dukungan sehingga ia diberikan oleh bpk bupati uang sekitar 800 ribu untuk pembelian bahan yg dibutuhkan.

Sekitar tahun 2010 tenun unggan dapat perhatian dari desain motif dan dikunjungi oleh pihak prof ibuk gubernur Irwan Prayitno.
Maka diadakan pelatihan motif selama sebulan yang turut dihadiri ahli desain motif dari pemerintahan pusat bpk Samuel Wati Mena.

Selama pelatihan yang ikut sekira 25 orang atas nama masyarakat sealiran Batang Sumpur. Langkah awal yang menjadikan tenun unggan semakin berkembang dan dikenal hingga sekarang.

Tak lama kemudian tenun unggan dapat perhatian dari pemerintah daerah setempat sehingga pihak pemda mengelurkan anggaran pembangunan gedung setra di nagari unggan yang telah berdiri megah di Sijunjung.

Tenun unggan adalah satu produk yang dibanggakan oleh kab Sijunjung saat ini dan telah masuk pameran sampai ke peringkat nasional, serta telah mengharumkan nama baik kabupaten Sijunjung yang dijuluki Lansek Mani.

Namun dilain sisi selaku orang yang membawa dan pengembang kerajinan tenun ini, Anita mengatakan, "Kami dari yang telah bersusah payah untuk mengembangkan kerajinan dan pengrajin tenun hanya berusaha tetapi yang dapat nama yaitu pihak kabupaten, sedangkan kami kurang difasilitasi, sehingga kami sulit untuk pemasaran," ujarnya Anita kepada awak media Kawasan Sumbar. Com ketika ditemui dilokasi. 

Fasilitas dan penambahan modal diperlukan untuk peningkatan hasil lebih baik dan pemasaran. Anita sangat berharap perhatian dari pemerintah daerah maupun pusat agar lebih tersentuh dalam hal ini. Karena dengan adanya kerajinan rakyat yang ia bawa dari rantau ini diusahakan dapat membantu ibu dalam pemenuhan kebutuhan keluarga sehingga tidak ada lagi anak yang putus sekolah karena tidak memiliki biaya di Sumpur kabupaten Sijunjung serta dapat memajukan nagari di bidang pendidikan putra bangsa.


#marzeki
Baca Juga

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Enita Widia citra baru benar pak/buk,bunda belajar tenun 2005 ke Halaban dan pulang 2006 itu yg benar,kebetulan saya anaknya anak kandungnya bunda🙏

    BalasHapus

Selamat datang di Website www.kawasansumbar.com, Terima kasih telah berkunjung.. tertanda, Pimred: Adrianto